Selasa, 30 Januari 2018

MAHAsiswa atau MASIHsiswa?

MAHAsiswa atau MASIHsiswa? Think Again!!!
Seperti apakah MAHAsiswa itu? Apakah harus selalu menentang semua kebijakan pemerintah? apakah harus selalu demo di depan gedung DPR atau istana negara? haruskah membakar ban lalu berdemontrasi hingga mengganggu pengguna jalan yang lain? apakah seorang intelektual atau cendikiawan? seorang berfikir kritis? seorang yang menyalurkan aspirasi-aspirasi rakyat? Well. The answer is yours (
Membahas mahasiswa memang selalu mengobok-ngobok isi kepala saya karena pembahasannya yang memang begitu kompleks. Pada intinya mahasiswa dikenal sebagai gerakan pengusung perubahan yang mempunyai status pembela rakyat dan memiliki semangat juang yang tinggi, dapat mengaktualisasi diri mereka sendiri sekaligus memberi manfaat kepada orang lain. Sebagai mahasiswa kita bukan lagi seperti siswa sekolah. Status kita adalah mahasiswa. Terdapat kata “MAHA”. Maha yang berarti tinggi atau agung, sebuah tanggung jawab besar bukan sekedar gaya-gayaan. Ya tugas ya waktu ya kesibukan semua serba MAHA, serba luar biasa, yang cara berpikir dan tingkah lakunya lebih baik dari siswa.
Dunia perkuliahan memang beda dengan dunia sekolah sebelumnya. Kaget memang, jadwal yang  tidak seteratur dulu. Di dunia perkuliahan tak ada batas untuk mengeksplorasi bakat dan berorganisasi dan tentu saja tidak ada toleransi dalam pemberian tugas maupun tanggung jawab. Kesibukan sebagai mahasiswa akan menuntut tubuh kita bekerja lebih ekstra dan otak berpikir lebih cepat dari biasanya. Dari nama saja sudah berbeda. kita sudah mahasiswa bung… bukan seorang siswa siswi lagi yang ada masalah langsung mengadu kepada orang tua, mengeluh waktu main terpotong oleh waktu belajar, lebih banyak tidur siang, tidak boleh tidur larut malam, bukan juga anak anak manja, yang sedikit-sedikit “duh malas kuliah” malas sih pasti ada, tapi bukan berarti setiap hari harus bilang “malas kuliah”, “capek” atau “Tugas banyak banget” ini baru tingkat awal, belum harus berkutat dengan skripsi, belum lagi jika mengikuti  organisasi, harus rapat yang tiada habisnya, yang mengharuskan pulang larut malam hingga menginap di kampus. Lelah. Bukan ? Wajar, seperti itulah mahasiswa. Menjadi mahasiswa berarti menjadi pelajar yang mandiri. Seorang yang harus haus terhadap bidang ilmu yang telah dipilih dan memahami ilmu jangan hanya dari satu sumber saja lalu berpuas diri. Teringat perkataan yang terlontar dari  ka Baikuni Al Shafa  beliau biasa dipanggil dengan sebutan ka Alsha yaitu salah satu pembicara DPD Jatim sewaktu saya mengikuti acara sekolah ideologi PK IMM FAI.
“Musuh kita dalam belajar adalah rasa puas diri, untuk belajar dengan sungguh sungguh kita harus mulai menyingkirkan rasa puas diri lalu sikap yang harus kita ambil, belajar dengan tak puas-puasnya dan terhadap orang lain mengajar dengan tak jemu-jemu”.
Saya lebih menghargai orang yang biasa-biasa saja tetapi selalu ingin belajar, dari pada orang pintar yang merasa dirinya sudah hebat. Jadilah pribadi yang haus akan ilmu. Pelajari semua hal disekelilingmu, pelajarilah semua hal yang kau sukai. Kecintaan mu akan ilmu akan menjadikan derajatmu lebih tinggi daripada orang orang yang tidak ingin belajar sama sekali.
Beberapa tips agar menjadi pribadi yang pintar, haus ilmu, dan berwawasan luas:
Biasakanlah membaca
Semua orang yang pintar adalah orang yang rajin membaca. Jadikanlah membaca bagian dari kebiasaan hidupmu, sediakan waktu sedikitnya satu jam dalam sehari untuk membaca.
Menganggap diri selalu “bodoh”
Orang yang merasa dirinya sudah pintar merasa tidak perlu belajar lagi. Jadilah orang yang merasa dirimu “bodoh” dan ingin lebih tahu dalam semua hal.
Bertanya dan bertanya
Jika ada sesuatu yang tidak diketahui, langsunglah bertanya kepada yang lebih tahu atau gali dari buku dan internet. Suapi otakmu dengan ilmu jika lapar.
Bergabung ke dalam komunitas
Bergabunglah kedalam komunitas kau akan bertemu dengan orang-orang yang bisa membuka wawasanmu lebih luas.
Dunia kampus adalah dunia yang menawarkan sejuta keindahan dan sejuta jalan untuk menggapai cita-cita, oleh karena itu selama menjadi mahasiswa, jadilah aktifis yang mampu mewarnai dunia kampus, ukirlah catatan-catatan prestasi dan berkaryalah dengan kreativitas-kreativitas unggul. Jangan menjadi mahasiswa KUPU-KUPU (kuliah pulang kuliah pulang) manfaatkan fasilitas kampus yang mampu mengasah kematangan berorganisasi. Sibukkan diri dengan hal-hal produktif, hingga tidak ada waktu untuk bersantai dan berleha-leha. Mari berkarya teman- teman ku. Ilmu yang kita dapatkan di bangku kuliah hanya 30% dalam skala teoritik, untuk menguasainya kita harus memaksimalkan 70% dalam segi praktik, wadah dan medianya adalah organisasi kemahasiswaan yang telah difasilitaskan oleh kampus, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Kemampuan akademik tidak selalu menunjang kesuksesan, tapi kemampuan dan penguasaan praktek membuat kita menjadi orang yang siap pakai. Jangan hiraukan jika ada rekan yang mengatakan sok jadi aktivis karena gemar berorganisasi, sok jadi kutu buku karena sering nongkrong di perpus, sok kritis karena sering debat di kelas. Tutup telinga keras-keras untuk bisikan negative tersebut. Buat apa kita takut pada sepuluh harimau yang giginya ompong daripada satu bayi yang bisa menggigit telinga kita hingga berdarah-darah, lakukan saja selagi yang kita lakukan bernilai positif, dan rasakan manfaatnnya. Mari berkarya dan menjadi insan mandiri yang produktif.
 

Kita   masih terhanyut dan masih asyik dengan status siswa kita. Belajarnya masih disuapin dan mengekor teman-teman kuliah. yang terjadi jika teman yang satu sudah mengerjakan tugas, maka yang lainnya cukup mengcopy atau menjiplak tanpa mau memodifikasi sedikit pun. Cukup diganti nama dan nomor mahasiswa lalu diserahkan kepada dosen pengampu, presentasi di kelaspun hanya sekedar membaca teks tanpa mau menjelaskan maksud dari teks tersebut. Sedihnya, mencontek pun masih menjadi budaya selama ujian. Tanpa rasa malu  terhadap kata “MAHA” dalam mahasiswa. Mau sampai kapan seperti ini ?
Kita ini punya adik adik. berilah contoh yang baik  sebagai panutan bukan dengan menceritakan lelahnya berkuliah tapi ceritakan perubahan apa yang kita dapat diperkuliahan. Bukan dengan mengeluh malas, mengeluh capek dan mengeluh banyak tugas. Lalu apa gunanya ada kata “Maha” didepan kata siswa ? kalau kerjaanmu masih sama dengan kerjaan para siswa. Tujuan berkuliah agar nanti mendapat pekerjaan dan menghasilkan uang. Sederhananya sih begitu. agar orang tua nanti hanya tinggal menikmati hasil kerja keras kita. Harapan orang tua agar anak nya lebih baik dari apa yang sudah terjadi pada mereka. Ingat. Bayangkan ayah dan ibu kita membiayai kita kuliah dengan kerja keras banting tulang. Lalu apa jadinya kalau kita hanya bisa mengeluh malas? Dear mahasiswa. Nikmati semua dunia perkuliahanmu karena akan bermanfaat untuk dunia mu selanjutnya setelah kamu menyelesaikan kuliahmu. Pilihan berada di tangan kalian yang bisa berfikir dan memilih dengan bijak. Saya hanya berharap kita mampu menaklukkan jalan panjang kita untuk masa depan. Sudah bukan saatnya mengeluh, mengeluh, dan mengeluh, duduk diam lalu mengoceh sendiri, bangun dan bangkit. Karena kita bukan lagi siswa tapi mahasiswa.
HIDUP MAHASISWA!

Linda Septiani
Bendahara Umum PK IMM FAI

Daftar Pustaka

A.k. Menjadi Pribadi Pemantas Hati, Jakarta: Kelompok Gramedia. 2015.
Pramula Beni. Mengukir Sejarah Merawat Peradaban, Jakarta: CV Mediatama Indonesia. 2016

Senin, 22 Januari 2018

Duh, Kader

Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi, Menulis untuk refleksi diri, berbagi untuk peduli. Penulis juga termasuk kader manja. Sehingga yang ditulis pun bisa menjadi sarana muhasabah pribadi.
Perjalanan dakwah bukanlah perjalanan yang banyak ditaburi oleh kesenangan melainkan perjalanan panjang yang penuh tantangan dan rintangan.
Telah banyak kita dapati sejarah orang-orang terdahulu yang merasakan perjalanan dakwah ini. Ada yang disiksa, ada pula yang diusir dari kampung halamannya dan ada pula yang harus meninggalkan kerabatnya.
Mereka telah merasakan dan  membuktikan cinta dan kesetiaan mereka terhadap dakwah. Pengorbanan yang telah mereka berikan dalam perjalanan dakwah ini menjadi suri teladan bagi generasi sesudahnya. Karena kontribusi yang telah mereka berikan, maka dakwah ini tumbuh dan generasi berikutnya memanen hasilnya. Hanya kesetiaanlah yang dapat mempertahankan perjalanan dakwah ini. Kesetiaan yang menjadikan pemiliknya sabar dalam menghadapi ujian. Menjadikan mereka optimis menghadapi kesulitan dan siap berkorban. Kesetiaan yang menghantarkan untuk berada pada barisan terdepan dalam perjuangan ini. Kesetiaan yang membuat pelakunya berbahagia dan sangat menikmati beban hidupnya.
Sebaliknya orang-orang yang rentan jiwanya dalam perjuangan ini tidak akan dapat bertahan lama. Mereka mengeluh atas beratnya perjalanan yang mereka tempuh. Mereka pun menolak dengan berbagai macam alasan agar mereka diizinkan untuk tidak ikut hadir di dalamnya. Mereka pun berat hati berada dalam perjuangan ini, penyakit telah menyerang mental mereka, dan akhirnya berguguran satu persatu sebelum mereka sampai pada tujuan.
Perjuangan yang dirintis oleh orang-orang yang alim, diperjuangkan oleh orang-orang yang ikhlas, dimenangi oleh orang-orang pemberani, dan akhirnya dinikmati oleh para pengecut. Itulah realitasnya. Tak dipungkiri banyak para aktivis atau kader yang bermental buih, banyak tapi tak memiliki kekuatan apa-apa. Terbawa ombak, terombang-ambing dalam keraguan. Padahal peran-peran kosong menganga didepannya namun tak mau dan tak mampu dimanfaatkan.  Sehingga akan kehilangan momentum untuk berubah kearah yang lebih baik lagi.
Beginikah seorang kader?
Duh Kader,,,
Maunya di mengerti, tapi tak mau mengerti, Maunya diperhatikan, tapi tak mau memperhatikan, Maunya selalu mendapat, tapi enggan memberi, Maunya dihargai, tapi tak mau menghargai
Duh Kader,,,
Selalu enggan datang rapat. Kalaupun datang, ucapnya afwan “TELAT”. Merasa paling berkontribusi, tapi lupa diri. Bahwa yang diperbuat tak berarti. Datang acara, hanya event-event tertentu.  Masalah pribadi jadi masalah lembaga. Harusnya memikirkan umat, tapi sibuk masalah internal yang dibuat buat.
Duh Kader,,,
Ingin ini, ingin itu tapi tak mau bergerak. Hanya bisa berteriak, sampai suara serak.
Senangnya mengkritisi, tapi tak memberi solusi, Panjang lebar berdiskusi, tapi tak ada aksi. Inginnya selalu instan, ingin dapat jabatan , ingin terlihat mapan. Kalau tidak berhasil ya menjauh dari  perkumpulan.
Duh Kader,,,
Kajian-kajian dihadiri hanya sebisanya saja, banyak alasan ini dan itu, Padahal di sanalah menjadi bagian sarana utama “mengisi” diri. Ketika diajak diskusi atau kajian keilmuan maka ia menjadi orang yang malas atau berat untuk hadir. Jelas saja karena kini yang ada di kepala mungkin kebanyakan mereka hanya soal lawan jenis ikhwan dan akhwat.
Duh Kader,,,
Buku-buku referensi dakwah pun enggan di sentuh apalagi dibaca Alasannya berat, lantas bagaimana mungkin bisa menjalankan agenda agenda dakwah secara benar sedangkan tujuan, konsep  tentang dakwah itu sendiri belum jelas dimasing-masing kepala pengusungnya. Benar nyatanya yang bergerak hanya sebatas perasaan, insting yang tidak jelas kemana tujuannya. Para kader dakwah melaksanakan hanya sebatas tuntutan program kerja
Duh Kader,,,
Ketika diberi amanah dijalankan semaunya dan seadanya, dicari hanya yang sesuai kepentingan pribadi, mengambil hanya yang mudah-mudahnya saja, Sukanya merengek meminta istirahat, padahal dakwah tak pernah berhenti. Seringnya terkena virus muntaber (mundur tanpa berita). Sukanya dengan buku cinta-cintaan tanpa mengaplikasikan cinta kepada Allah, Rasulullah beserta keluarganya. Hanya cinta kepada lawan jenis saja yang dipikirkan.
Duh Kader,,,
Landasan mu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tapi...Apakabar dengan Al-Qur’an mu?
Apakabar dengan hafalan mu? Bagaimana bacaan Qur’an mu? Bagaimana  tulisan huruf demi huruf Qur’an mu? Tidak kah malu dengan anak balita yang hafal Qur’an?

Saya sedikit mengutip tulisan dari buku Quantum Tarbiyah yang di tulis oleh Solikhin Abu Izzzudin, bab bagian “Please deh jangan jadi kader muallaf”
“Barang siapa bersantai-santai saat bekerja, maka ia akan menyesal saat pembagian upah” (Abdullah Azzam).
Kader Muallaf? Memang ada? Ada. Kader muallaf yang perlu diurus. Bukan baru masuk islam atau baru ngaji, bukan! But, stok lama yang tak segera meng-upgrade diri. Sayang. Tilawah tak menggugah, bacaan tak bertambah, wajah kuyu tanpa gairah. Namun, kalau bicara nikah sangat bergairah tapi bicara dakwah ia ogah. Yah begitulah. Maaf bila saya bikin istilah kader muallaf. Ini terinspirasi oleh kondisi kader stok lama yang tak banyak berubah. Ia bukan orang baru namun seperti baru karena telat melulu.

Tapi kami masih sadar.
Kami seorang kader, yang mampu melakukan perubahan. Punya cita cita yang besar, cita cita yang mulia. Mengambil peran, maju paling depan.
Ketika teman-teman sebaya kami asyik membahas fashion-fashion terupdate. Kami sibuk menabung untuk membeli buku agar tidak kudet.
Ketika teman-teman sebaya kami asyik hangout di mall. Kami malah sibuk mendiskusikan bagaimana caranya agar nikmat islam ini dirasakan oleh semua masyarakat.
Ketika teman-teman sebaya kami asyik memikirkan besok kuliner dimana. Kami malah sibuk memikirkan bagaimana caranya duit terkumpul untuk ongkos agar bisa mengikuti agenda-agenda rapat selanjutnya.
Ketika teman-teman sebaya kami asyik menonton film barat. Kami malah sibuk memuroja’ah hafalan Qur’an.
Terkadang ingin rasanya cuti sebentar dari semua ini. Mengistirahatkan diri sejenak. Bermain-main, berfoya-foya, berhura-hura, kesana dan kesini. Ah, sungguh menyenangkan sekali. Tapi hidup ini lebih berarti dari itu. Hidup ini adalah perjuangan, dan berjuang tidak sebercanda itu. Lelah, lesu, letih tubuh ini di dalam perjalanan. Angin hujan merasuki badan. Namun jiwa harus terus bertahan. Karena perjalanan masih panjang. Tidak pernah ada karpet  merah, ucapan bunga, maupun  tepuk tangan.

Janganlah kita menjadi kader manja, kader yang tidak siap memikul beban, padahal tantangan dakwah semakin berat.
Janganlah menjadi kader manja yang serba tidak siap, serba tidak bisa disuruh apa saja, pokoknya ngga bisa, nggak mau titik!
Saudaraku, sekali lagi kukatakan bahwa sudah saatnya kita berpikir dan bertindak mencetak kader, bukan untuk diri kita semata, agar kebaikan tersebar sambung menyambung kepelosok-pelosok.
Jadilah pejuang dakwah, tidak sekedar penikmat dakwah yang hanya mengambil keuntungan dari dakwah atau hanya menikmati sendiri tarbiyah yang didapatkan.
Jadilah pejuang dakwah, Tidak sekedar memberi dukungan atau sepakat dengan dakwah tetapi ikut memperjuangkannnya.
Kita perlu evaluasi diri, apakah yang sudah kita berikan untuk dakwah? Apakah selama ini kita sekedar numpang nikmat hidup di bawah naungan tarbiyah, numpang keren bersama ikhwan dan akhwat fillah, numpang beken dan populer di jalan dakwah atau numpang aman cari posisi di dalamnya?  “ Setiap pekerjaan-pekerjaan besar hanyalah layak dikerjakan oleh orang-orang yang besar pula.” Kata Ust. Anis Matta.
Tak ada cerita lagi bahwa hanya ingin dikader namun sudah saatnya sekarang mengkader. Tidak lagi melulu diberikan suapan ilmu namun sudah saatnya menebarkan ilmu. Tidak lagi menunggu kemenangan namun sudah saatnya mencetak kemenangan. Karena jangan jadi sebagai orang pengecut yang hanya terdiam membisu digerbang peradaban menunggu para pahlawan datang membawa secercah kemenangan. Sudah saatnya jiwa-jiwa ini memberontak dari zona kenyamanan (comfort zone), terlepas dari rutinitas yang itu-itu saja. Lakukanlah breakthrough (terobosan). Agenda-agenda dakwah akan berjalan dengan baik manakala setiap dari mereka para pengusungnya memiliki semangat, Tidak bisa berjalan jika di isi oleh kader-kader manja, slenge’an.
Jangan sampai kita hanya menjadi penghambat dakwah. Bahkan lebih kasar hanya menjadi sampah saja yang menyebarkan bau tidak sedap dalam dakwah. Sebaliknya harus menjadi para penggerak. yang menyalakan cahaya, menghilangkan kegelapan.

Linda Septiani
Bendahara Umum PK IMM FAI