Senin, 22 Januari 2018

Duh, Kader

Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi, Menulis untuk refleksi diri, berbagi untuk peduli. Penulis juga termasuk kader manja. Sehingga yang ditulis pun bisa menjadi sarana muhasabah pribadi.
Perjalanan dakwah bukanlah perjalanan yang banyak ditaburi oleh kesenangan melainkan perjalanan panjang yang penuh tantangan dan rintangan.
Telah banyak kita dapati sejarah orang-orang terdahulu yang merasakan perjalanan dakwah ini. Ada yang disiksa, ada pula yang diusir dari kampung halamannya dan ada pula yang harus meninggalkan kerabatnya.
Mereka telah merasakan dan  membuktikan cinta dan kesetiaan mereka terhadap dakwah. Pengorbanan yang telah mereka berikan dalam perjalanan dakwah ini menjadi suri teladan bagi generasi sesudahnya. Karena kontribusi yang telah mereka berikan, maka dakwah ini tumbuh dan generasi berikutnya memanen hasilnya. Hanya kesetiaanlah yang dapat mempertahankan perjalanan dakwah ini. Kesetiaan yang menjadikan pemiliknya sabar dalam menghadapi ujian. Menjadikan mereka optimis menghadapi kesulitan dan siap berkorban. Kesetiaan yang menghantarkan untuk berada pada barisan terdepan dalam perjuangan ini. Kesetiaan yang membuat pelakunya berbahagia dan sangat menikmati beban hidupnya.
Sebaliknya orang-orang yang rentan jiwanya dalam perjuangan ini tidak akan dapat bertahan lama. Mereka mengeluh atas beratnya perjalanan yang mereka tempuh. Mereka pun menolak dengan berbagai macam alasan agar mereka diizinkan untuk tidak ikut hadir di dalamnya. Mereka pun berat hati berada dalam perjuangan ini, penyakit telah menyerang mental mereka, dan akhirnya berguguran satu persatu sebelum mereka sampai pada tujuan.
Perjuangan yang dirintis oleh orang-orang yang alim, diperjuangkan oleh orang-orang yang ikhlas, dimenangi oleh orang-orang pemberani, dan akhirnya dinikmati oleh para pengecut. Itulah realitasnya. Tak dipungkiri banyak para aktivis atau kader yang bermental buih, banyak tapi tak memiliki kekuatan apa-apa. Terbawa ombak, terombang-ambing dalam keraguan. Padahal peran-peran kosong menganga didepannya namun tak mau dan tak mampu dimanfaatkan.  Sehingga akan kehilangan momentum untuk berubah kearah yang lebih baik lagi.
Beginikah seorang kader?
Duh Kader,,,
Maunya di mengerti, tapi tak mau mengerti, Maunya diperhatikan, tapi tak mau memperhatikan, Maunya selalu mendapat, tapi enggan memberi, Maunya dihargai, tapi tak mau menghargai
Duh Kader,,,
Selalu enggan datang rapat. Kalaupun datang, ucapnya afwan “TELAT”. Merasa paling berkontribusi, tapi lupa diri. Bahwa yang diperbuat tak berarti. Datang acara, hanya event-event tertentu.  Masalah pribadi jadi masalah lembaga. Harusnya memikirkan umat, tapi sibuk masalah internal yang dibuat buat.
Duh Kader,,,
Ingin ini, ingin itu tapi tak mau bergerak. Hanya bisa berteriak, sampai suara serak.
Senangnya mengkritisi, tapi tak memberi solusi, Panjang lebar berdiskusi, tapi tak ada aksi. Inginnya selalu instan, ingin dapat jabatan , ingin terlihat mapan. Kalau tidak berhasil ya menjauh dari  perkumpulan.
Duh Kader,,,
Kajian-kajian dihadiri hanya sebisanya saja, banyak alasan ini dan itu, Padahal di sanalah menjadi bagian sarana utama “mengisi” diri. Ketika diajak diskusi atau kajian keilmuan maka ia menjadi orang yang malas atau berat untuk hadir. Jelas saja karena kini yang ada di kepala mungkin kebanyakan mereka hanya soal lawan jenis ikhwan dan akhwat.
Duh Kader,,,
Buku-buku referensi dakwah pun enggan di sentuh apalagi dibaca Alasannya berat, lantas bagaimana mungkin bisa menjalankan agenda agenda dakwah secara benar sedangkan tujuan, konsep  tentang dakwah itu sendiri belum jelas dimasing-masing kepala pengusungnya. Benar nyatanya yang bergerak hanya sebatas perasaan, insting yang tidak jelas kemana tujuannya. Para kader dakwah melaksanakan hanya sebatas tuntutan program kerja
Duh Kader,,,
Ketika diberi amanah dijalankan semaunya dan seadanya, dicari hanya yang sesuai kepentingan pribadi, mengambil hanya yang mudah-mudahnya saja, Sukanya merengek meminta istirahat, padahal dakwah tak pernah berhenti. Seringnya terkena virus muntaber (mundur tanpa berita). Sukanya dengan buku cinta-cintaan tanpa mengaplikasikan cinta kepada Allah, Rasulullah beserta keluarganya. Hanya cinta kepada lawan jenis saja yang dipikirkan.
Duh Kader,,,
Landasan mu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tapi...Apakabar dengan Al-Qur’an mu?
Apakabar dengan hafalan mu? Bagaimana bacaan Qur’an mu? Bagaimana  tulisan huruf demi huruf Qur’an mu? Tidak kah malu dengan anak balita yang hafal Qur’an?

Saya sedikit mengutip tulisan dari buku Quantum Tarbiyah yang di tulis oleh Solikhin Abu Izzzudin, bab bagian “Please deh jangan jadi kader muallaf”
“Barang siapa bersantai-santai saat bekerja, maka ia akan menyesal saat pembagian upah” (Abdullah Azzam).
Kader Muallaf? Memang ada? Ada. Kader muallaf yang perlu diurus. Bukan baru masuk islam atau baru ngaji, bukan! But, stok lama yang tak segera meng-upgrade diri. Sayang. Tilawah tak menggugah, bacaan tak bertambah, wajah kuyu tanpa gairah. Namun, kalau bicara nikah sangat bergairah tapi bicara dakwah ia ogah. Yah begitulah. Maaf bila saya bikin istilah kader muallaf. Ini terinspirasi oleh kondisi kader stok lama yang tak banyak berubah. Ia bukan orang baru namun seperti baru karena telat melulu.

Tapi kami masih sadar.
Kami seorang kader, yang mampu melakukan perubahan. Punya cita cita yang besar, cita cita yang mulia. Mengambil peran, maju paling depan.
Ketika teman-teman sebaya kami asyik membahas fashion-fashion terupdate. Kami sibuk menabung untuk membeli buku agar tidak kudet.
Ketika teman-teman sebaya kami asyik hangout di mall. Kami malah sibuk mendiskusikan bagaimana caranya agar nikmat islam ini dirasakan oleh semua masyarakat.
Ketika teman-teman sebaya kami asyik memikirkan besok kuliner dimana. Kami malah sibuk memikirkan bagaimana caranya duit terkumpul untuk ongkos agar bisa mengikuti agenda-agenda rapat selanjutnya.
Ketika teman-teman sebaya kami asyik menonton film barat. Kami malah sibuk memuroja’ah hafalan Qur’an.
Terkadang ingin rasanya cuti sebentar dari semua ini. Mengistirahatkan diri sejenak. Bermain-main, berfoya-foya, berhura-hura, kesana dan kesini. Ah, sungguh menyenangkan sekali. Tapi hidup ini lebih berarti dari itu. Hidup ini adalah perjuangan, dan berjuang tidak sebercanda itu. Lelah, lesu, letih tubuh ini di dalam perjalanan. Angin hujan merasuki badan. Namun jiwa harus terus bertahan. Karena perjalanan masih panjang. Tidak pernah ada karpet  merah, ucapan bunga, maupun  tepuk tangan.

Janganlah kita menjadi kader manja, kader yang tidak siap memikul beban, padahal tantangan dakwah semakin berat.
Janganlah menjadi kader manja yang serba tidak siap, serba tidak bisa disuruh apa saja, pokoknya ngga bisa, nggak mau titik!
Saudaraku, sekali lagi kukatakan bahwa sudah saatnya kita berpikir dan bertindak mencetak kader, bukan untuk diri kita semata, agar kebaikan tersebar sambung menyambung kepelosok-pelosok.
Jadilah pejuang dakwah, tidak sekedar penikmat dakwah yang hanya mengambil keuntungan dari dakwah atau hanya menikmati sendiri tarbiyah yang didapatkan.
Jadilah pejuang dakwah, Tidak sekedar memberi dukungan atau sepakat dengan dakwah tetapi ikut memperjuangkannnya.
Kita perlu evaluasi diri, apakah yang sudah kita berikan untuk dakwah? Apakah selama ini kita sekedar numpang nikmat hidup di bawah naungan tarbiyah, numpang keren bersama ikhwan dan akhwat fillah, numpang beken dan populer di jalan dakwah atau numpang aman cari posisi di dalamnya?  “ Setiap pekerjaan-pekerjaan besar hanyalah layak dikerjakan oleh orang-orang yang besar pula.” Kata Ust. Anis Matta.
Tak ada cerita lagi bahwa hanya ingin dikader namun sudah saatnya sekarang mengkader. Tidak lagi melulu diberikan suapan ilmu namun sudah saatnya menebarkan ilmu. Tidak lagi menunggu kemenangan namun sudah saatnya mencetak kemenangan. Karena jangan jadi sebagai orang pengecut yang hanya terdiam membisu digerbang peradaban menunggu para pahlawan datang membawa secercah kemenangan. Sudah saatnya jiwa-jiwa ini memberontak dari zona kenyamanan (comfort zone), terlepas dari rutinitas yang itu-itu saja. Lakukanlah breakthrough (terobosan). Agenda-agenda dakwah akan berjalan dengan baik manakala setiap dari mereka para pengusungnya memiliki semangat, Tidak bisa berjalan jika di isi oleh kader-kader manja, slenge’an.
Jangan sampai kita hanya menjadi penghambat dakwah. Bahkan lebih kasar hanya menjadi sampah saja yang menyebarkan bau tidak sedap dalam dakwah. Sebaliknya harus menjadi para penggerak. yang menyalakan cahaya, menghilangkan kegelapan.

Linda Septiani
Bendahara Umum PK IMM FAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar