Sabtu, 04 Agustus 2018

RIBA

Bismillah

Definisi Riba

Riba ( الربا) secara bahasa bermakna: ziyadah ( زيادة – tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Firman Allah dalam QS. An-Nisa’: 29

يايها الذين امنوا لا تاكلوا اموالكم بينكم بالباطل الا ان تكون تجارة عن تراض منكم ولاتقتلوا انفسكم ان الله كان بكم رحيما

"Wahai orang-orang yang berimana! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dassar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”

Dalil Tentang Larangan Riba

Larangan Riba dalam Al-Qur’an

QS. Ar-Rum: 39

وما اتيتم من ربا ليربوا في اموال الناس فلا يربوا عند الله وما اتيتم من زكوة تريدون وجه الله فاولإك هم المضعفون

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhoan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”

Riba yang seolah-olah sebagai perilaku tolong-menolong antar sesama manusia, agar harta manusia bertambah. Padahal dalam pandangan Allah  sesuatu itu tidak menjadi bertambah (pahalanya).

QS. An-Nisa: 160-161

فبظلم من الذين هادوا حرمنا عليهم طيبت احلت لهم وبصدهم عن سبيل الله كثيرا (160) واخذهم الربوا وقد نهواعنه
واكلهم اموال الناس بالباطل واعتدنا للكفرين منهم عذابا اليما (161)

“Karena kedzaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan bagi mereka makanan yang baiik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah. (160)
Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka azab yang pedih. (161)”

Ayat diatas mengandung ancaman kepada orang-oyang yang menjalankan riba, dengan balasan azab yang pedih.

QS. Ali Imran: 130

يايها الذين امنوا لا تاكلوا الربوا اضعافا مضعفة واتقوا الله لعلكم تفلحون (130)

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”

Diriwayatkan oleh Al-Firyabi dari Mujahid, dia berkata: Dulu, orang-orang terbiasa jual beli dengan sistem tempo. Jika telah jatuh tempo namun pembeli belum mampu membayarnya, maka si penjual akan menambahkan harga dengan memberikan tenggang waktu tambahan. Maka turunlah ayat tersebut.

Beliau juga meriwayatkan dari Atha’, dia menuturkan: pada masa jahiliyah, orang-orang sering memberi hutang kepada bani Nadhir. Jika telah jatuh tempo namun orang-orang bani Nadhir belum bisa melunasinya, maka mereka akan berkata, “Kami akan mengambil ribadari kalian, sekaligus penambahan tenggang waktu pembayarannya .” Maka turunlah ayat, yangartinya, “Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran [3]: 130)

QS. Al Baqarah: 278-279

يايها الذين امنوا اتقوا الله وذروامابقي من الربوا انكنتم مؤمنين (278) فانلمتفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله وانتبتم
فلكمرءوس اموالكم لا تظلمون ولا تظلمون (279)

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.(278)
Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)”

Larangan Riba dalam Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah saw, bersabda, “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah.” (HR Muslim no. 2971, dalam kitab al-Masaqqah)

Diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah saw, bersabda, “Malam tadi aku bermimpi, telah datang dua orang dan membawaku ke Tanah Suci. Dalam perjalanan, sampailah kami ke suatu sungai darah, dimana di dalamnya berdiri seorang laki-laki. Di pinggir sungai tersebut berdiri seorang laki-laki dengan batu di tangannya. Laki-laki yang ditengah sungai itu berusaha untuk keluar, tetapi laki-laki yang di pinggir sungai tadi melempari mulutnya dengan batu dan memaksanya kembali ke tempat asal. Aku bertanya, ‘Siapakah itu?’ Aku diberitahu bahwa laki-laki yang ditengah sungai itu ialah orang yang memakan riba.’” (HR Bukhari no. 6525, kitab at-Ta’bir)

Jabir berkata bahwa Rasulullah saw. mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semua sama.” (HR Muslim no. 2995, kitab al-Masaqqah)

Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi saw, bersabda “Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang palin rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”

Jenis-Jenis Riba
Riba Qard
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
Riba Jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Riba Fadl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

Jenis Barang Ribawi

Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya;
Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Fatwa Tentang Riba Di Indonesia

Majelis Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih telah mengambil keputusan mengenai hukum ekonomi/keuangan di luar Zakat, meliputi masalah perbankan (1968 dan 1972), keuangan secara umum (1976), dan koperasi simpan-pinjam (1989).
Majelis Tarjih Sidoarjo (1968) memutuskan:
Riba hukumnya haram dengan nash sharih Al-Qur’an dan As-Sunnah;
Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal;
Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlak, termasuk perkara musytabihat;
Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga perbankan, yang sesuai dengan kaidah Islam.

Dampak Riba
Beberapa Dampak Riba Pada Individu

Riba memberikan dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya. Jika diperhatikan, maka kita akan menemukan bahwa mereka yang berinteraksi dengan riba adalah individu yang secara alami memiliki sifat kikir, dada yang sempit, berhati keras, menyembah harta, tamak kan kemewahan dunia dan sifat-sifat hina lainnya.
Riba merupakan akhlaq dan perbuatan musuh Allah, Yahudi. Allah ta’ala berfirman:
واذهم الربا وقد نهواعنه واكلهم اموال الناس بالباطل واعتدنا للكافرين منهم عذابا اليما
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil, Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An Nisaa’: 161)
Riba merupakan akhlak kaum jahiliyah. Barang siapa yang melakukannya, maka sungguh dia telah menyamakan dirinya dengan mereka.
Pelaku (baca:pemakan) riba akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan seperti orang gila. Allah ta’ala berfirman:
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Seseorang yang bergelut dan berinteraksi dengan riba berarti secara terang-terangan mengumumkan dirinya sebagai penentangAllah dan Rasul-Nya dan dirinya layak diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279).”

Dampak Pada Ekonomi

Diantara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.

Dampak Bagi Sosial

Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan, misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjamkannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntngan lebih dari dua puluh lima persen? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau lusa. Siapa pun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan: berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, orang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola pasti untung.

Referensi:

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariiah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press

As-Suyuthi, Imam. Tahqiq: Syaikh Hafizh Syi’isya’. 2016. Asbabun Nuzul. terj. Muhammad Miftahul Huda. Solo: Insan Kamil

http://pengusahamuslim.com/1110-riba-dan-dampak-buruknya.html

Qur’an Hafalan Dan Terjemah. 2015. Jakarta: Almahira

-Risma Yunita
Ketua Bidang Hikmah
PK IMM FAI
Cabang Kota Tangerang
Periode 2017 - 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar