Bakda pelantikan lalu, kita sama-sama faham bahwa kedepannya amanah
yang baru kan kita emban. Sebagai renungan, elok kiranya memerhatikan
pesan permata zaman dalam soal teladan kepemimpinan. Generasi emas
sekaligus awal dalam Islam misalnya, para Amirul mukminin. Amat jernih
kata yang keluar dari lisan mereka hingga generasi setelahnya terus
mendapat pelajaran dari gemilangnya kisah mereka.
Sungguh, orang
yang jauh lebih mulia daripada kita semua, Abu Bakr Ash Shiddiq, pernah
mengatakan, “Saya telah dipilih untuk memimpin kalian, padahal saya
bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Kalau saya berlaku baik,
bantulah saya. Dan kalau anda sekalian melihat saya salah, maka
luruskanlah.”
Penting memulai kepemimpinan dengan kesadaran bahwa
kita bukanlah orang terbaik kala ditunjuk sebagai pemimpin. Rasa ini
akan menundukkan diri untuk tak jumawa, haus ilmu, lapar umpan balik,
tidak anti kritik dan senantiasa meminta pertolongan untuk bisa tetap
berlaku baik. Sang empu tak kan malu jika harus turun ke bawah untuk
menampung tiap saran dan aspirasi dari orang yang Allah berikan ilmu
padanya. Sebagaimana Abu Bakar yang menghormati ilmu yang ada pada
'Umar, yaitu tatkala Abu Bakar menulis surat ketetapan yang ditujukan
pada penanggungjawab Baitul Maal, 'Umar ibn Al Khaththab, untuk
memberikan kedua pemuka dari Fazarah & Tamim hak harta sebagaimana
yang mereka terima tatkala masih bersama Rasulullah.
Menerima surat
itu, 'Umar membaca sejenak, memandang kedua pemimpin itu dengan tajam,
lalu merobek nawala ketetapan Abu Bakar itu menjadi serpihan kecil.
Kedua pemimpin itu terkejut dan saling pandang tak mengerti. "Pergi
kalian", ujar 'Umar keras, "Tak ada lagi bagian dari Baitul Maal ini
yang menjadi hak kalian." Tergopoh menghadap kembali pada Abu Bakar,
mereka menggugat, "Kami tak mengerti. Sebenarnya yang jadi Khalifah itu
engkau atau 'Umar? Kau memutuskan dan 'Umar membatalkan bahkan
merobeknya." Mendengar itu Abu Bakar tertawa renyah. "'Umar adalah
Khalifah", ujar beliau, "Pada kapanpun dia mau." Demikianlah setelah
Iman, dalam Islam, ilmu menempati kedudukan begitu tinggi. Oleh
karenanya Abu Bakar begitu menghormati 'Umar. Apatah lagi kita yang amat
jauh dari Abu Bakar, pasti lah lebih memerlukan sosok-sosok ikhlas yang
dapat memberi nasihat berdasar ilmu.
Zaman telah memilih kita sebagai pemimpin, tapi...
Tapi sungguh orang yang jauh lebih perkasa daripada kita semua, ‘Umar
ibn Al Khaththab, pernah mengatakan, “Seandainya tidaklah didorong oleh
harapan bahwa saya akan menjadi orang yang terbaik di antara kalian
dalam memimpin kalian, orang yang terkuat bagi kalian dalam melayani
keperluan-keperluan kalian, dan orang yang paling teguh mengurusi
urusan-urusan kalian, tidaklah saya sudi menerima jabatan ini. Sungguh
berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan.”
Selanjutnya,
visi dalam berorganisasi menjadi sangat penting. 'Umar terdorong untuk
menerima kepemimpinan karena memiliki keinginan yang menyala menjadi
sebaik pemimpin, yang paling setia dalam melayani. Dan ini takkan
terwujud manakala 'Umar sendiri tidak memiliki segudang konsep dan
sistem. Lalu kejayaan demi kejayaan diraih hingga luas wilayah Islam
seumpama 23 Negara, administrasi menjadi lebih rapi, pemerataan
kesejahteraan, pemerintahan yang memanusiakan, bahkan paceklik luar
biasa seperti Ramadhah pun bisa dilewati.
Sudahkah kita memiliki konsep berikut sistem?
Sebelum itu, kita perlu melakukan identifikasi lebih dulu tentang zaman
yang kita tinggali sekarang, membaca apa tantangan zaman dan pekerjaan
lanjutan dari kepemimpinan sebelumnya. Kemudian berlanjut kepada
menempatkan ukuran-ukuran resiko; menempatkan alternatif; menganalisis
setiap alternatif; memutuskan dan melaksanakan alternatif;
mengontrolnya; serta mengevaluasinya.Ada yang perlu kita renungkan
secara mendalam manakala beban amanah untuk mengisi intelektual mereka
menjadi amanah dari kepemimpinan sebelumnya. Penulis mengatakan, tidak
ada yang perlu dikhawatirkan dari resiko kader yang keluar. Karena ini
adalah dampak yang masih nampak dan masih bisa dilakukan antisipasi
secepatnya. Tetapi takutlah kita pada dampak yang tak tertampak seperti
tumpulnya kemampuan berpikir-analisa, senang dengan debat kusir, tidak
menyenangi kultur diskusi, membaca dan menulis. Ada yang perlu kita
renungkan kala memegang amanah ini.
Setiap zaman memiliki tantangan
yang berbeda, maka sistem dan program zaman lalu bisa saja sangat tidak
kompatibel dengan zaman ini.
'Umar lalu mencontohkan agar amanah
diikuti kegentaran dalam hati, tentang beratnya tanggungjawab kelak
ketika seluruh manusia ini berdiri di hadapan pengadilan Allah untuk
menjadi penggugat dan kita adalah terdakwa tunggal bila tidak amanah,
sedangkan entah ada atau tidak yang sudi jadi pembela.
Zaman telah memilih kita sebagai pemimpin, tapi...
Tapi orang yang jauh lebih dermawan daripada kita semua, ‘Utsman ibn
‘Affan, pernah mengatakan, “Ketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku
mengenai tiga hal, selain kitab Allah dan Sunnah Nabi; yaitu agar aku
mengikuti apa yang telah dilakukan oleh para pemimpin sebelumku dalam
hal-hal yang telah kalian sepakati sebagai kebaikan, membuat kebiasaan
baru yang lebih baik lagi layak bagi ahli kebajikan, dan mencegah diriku
bertindak atas kalian, kecuali dalam hal-hal yang kalian sendiri
menyebabkannya.”
Seperti ‘Utsman, jadilah kita pemimpin yang terbuka
dengan masukan-masukan, mempertahankan serta menciptakan kultur yang
baik. Jadilah kita sebagai pelaksana ungkapan yang amat dikenal di
kalangan Nahdlatul ‘Ulama, “Al Muhafazhatu ‘Alal Qadimish Shalih, wal
Akhdzu bil Jadidil Ashlah.. Memelihara nilai-nilai lama yang baik dan
mengambil hal-hal baru yang lebih baik."
Zaman telah memilih kita sebagai pemimpin, tapi...
Tapi orang yang lebih zuhud daripada kita semua, ‘Ali ibn Abi Thalib,
pernah mengatakan, “Barangsiapa mengangkat dirinya sebagai pemimpin,
hendaknya dia mulai mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang
lain. Dan hendaknya ia mendidik dirinya sendiri dengan cara memperbaiki
tingkah lakunya sebelum mendidik orang lain dengan ucapan lisannya.
Orang yang menjadi pendidik bagi dirinya sendiri lebih patut dihormati
ketimbang yang mengajari orang lain.”
Saudaraku, hal yang paling
hilang dari bangsa dan ikatan ini selama beberapa dasawarsa yang kita
lalui adalah keteladanan para pemimpin. Adik-adik, kawan, bahkan lawan
kita semua rindu pada perilaku-perilaku luhur terpuji yang mengiringi
tingginya kedudukan. Kita tahu setiap manusia punya keterbatasan, tapi
percayalah, satu tindakan adil seorang pemimpin bisa memberi rasa aman
pada berjuta hati, satu ucapan jujur seorang pemimpin bisa memberi
ketenangan pada berjuta jiwa, satu gaya hidup sederhana seorang pemimpin
bisa menggerakkan berjuta manusia. Menjadi pemimpin berarti menempuh
jalan ilmu. Mari mendidik diri lebih dalam lagi pada belajar, membaca,
menulis dan berkarya.
Zaman telah memilih kita sebagai pemimpin, tapi...
Tapi sebagai penutup tulisan ini, mari mengenang ketika Khalifah dalam
periode lain yang turut dinominasi sebagai amirul mukminin bersebab
keadilannya, ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz meminta nasehat kepada Imam Hasan Al
Bashri terkait amanah yang baru diembannya. Maka Sang Imam menulis
sebuah surat ringkas. Pesan yang disampaikannya, ingin juga penulis
sampaikan di sini, Bunyi nasehat itu adalah, “Amma bakdu. Durhakailah
hawa nafsumu! Wassalam.”
#PKIMMFAI
#BIDANGHIKMAH
#SALAMFASKHO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar