Sabtu, 27 Mei 2017

MENGENANG HEROISME PERTEMPURAN LAUT -Kisah Yos Sudarso dan Muhammad Al-Fatih-

Yang pertama, berasal dari pertempuran Laut Aru. Sebuah pertempuran melaksanakan misi nan bagian dari Operasi Trikora yang didengungkan oleh sang Proklamator kemerdekaan pada 19 Desember 1961. Isi titah Trikora itu ialah kibarkan Sang saka marah putih di Irian, Gagalkan pembentukan negara boneka Papua oleh Belanda, dan bersiaplah untuk mobilisasi umum guna menjaga persatuan dan kesatuan. KRI Macan Tutul yang melakukan patroli sekaligus misi pendaratan bagi sukarelawan asal Irian ke Kaimana itu berangkat bersama KRI Macan Kumbang dan KRI Harimau, 3 kapal cepat torpedo yang dimiliki ALRI pada masa itu.
Kedua Negara memang sedang bersitegang terkait klaim kepemilikan Papua Barat. Indonesia sejak kemerdekaannya menyatakan bahwa seluruh wilayah Hindia Belanda dulunya, adalah Negara kesatuan Indonesia. Tapi sang seteru menampik bersebab menganggap wilayah itu masih merupakan salah satu provinsi Kerajaan Belanda. Keduanya pun telah bertemu dalam beberapa pertemuan dan berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949 misal, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua bagian barat dan begitu seterusnya hingga hubungan keduanya menegang bahkan berujung konflik bersenjata. Salah satunya: pertempuran Laut Aru yang pecah pada tanggal 15 Januari 1962~sekira 55 tahun lalu, ketika 3 kapal milik Indonesia yaitu KRI Macan Kumbang, KRI Macan Tutul yang membawa Komodor Yos Sudarso, dan KRI Harimau yang dinaiki Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten Tondomulyo, berpatroli. Di tengah patroli perairan itulah ketiganya dihadang oleh musuh yang sudah menanti baik kapal laut dan pesawat. Menurut penuturan Kolonel Laut Rony E Turangan, adalah Komodor Yos Sudarso yang dalam peristiwa itu menjabat sebagai Asops akhirnya mengambil tindakan untuk melakukan perlawanan kepada kapal-kapal Belanda itu demi menyelamatkan dua kapal lainnya karena memang misi sebenarnya sedari awal bukan tuk melakukan pertempuran, tetapi karena kondisi akhirnya Yos Sudarso mengambil inisiatif untuk melakukan perlawanan. Konon, KRI Macan Tutul yang dinahkodainya kemudian melakukan zig-zag agar dua kapal lainnya dapat lolos. Selain itu juga melakukan tembakan terus menerus tanpa henti, namun karena terkepung dengan 3 Destroyer Belanda yang jauh lebih mumpuni, akhirnya KRI Macan Tutul terkena torpedo bertubi-tubi hingga akhirnya tenggelam.
Kobarkan Semangat Pertempuran...
Melalui Radio Telefon, Yos Sudarso menyampaikan pesan tempur terakhirnya, “Kobarkan Semangat Pertempuran”, sesaat sebelum KRI Macan Tutul tenggelam. Sebuah pesan yang masih relevan hingga kini. Akhirnya Yos Sudarso beserta 25 awak kapal gugus sebagai kusuma bangsa. Diantara awak kapal yang gugur antara lain Kapten Memet dan Kapten Wiratno.
Sebab jasa dan heroisme Komodor Yos Sudarso lah akhirnya dua kapal lain terselamatkan dan korban jiwa bisa ditekan secara minimal. Jika amal sebab cinta tanah air saja bisa seheroik itu apatah lagi amal yang digerakkan oleh keimanan dan harapan pada Ilahi.
Yang kedua, adalah heroisme seorang pemuda yang digerakkan oleh semangat membara dari sebuah hadist. Bertahun-tahun lamanya tak teraih generasi sebelumnya. Menerbitkan gairah yang menyala untuk merealisasikannya, "Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya." (HR Ahmad)
Ekspedisi penyerangan yang dipimpinnya bukanlah ekspedisi yang biasa, ini adalah ekspedisi kerinduan selama 825 tahun lamanya. Maka setibanya dalam pengepungan Konstantinopel yang panjang lagi menghabiskan jiwa dan harta, ia dan pasukannya tak bergeming sekalipun serangan darat baik artileri dan jarak dekat tak mampu membongkar tembok kokoh lawan serta merangsek masuk; serangan laut nihil hasil karena bandingan kekuatan dan pengalaman yang amat jauh berbeda. Serta hasil pertempuran kecil di berbagai titik yang juga tak mereka menangi. Tursun Bey menceritakan bahwa: "kejadian itu mengakibatkan keputusasaan dan kekacauan diantara pasukan Muslim". Mehmed sang pemuda itu memahami bahwa satu-satunya cara untuk menaikkan moral pasukan yang paling baik adalah dengan pengalaman kemenangan dan dia harus menciptakan hal itu. Kata-kata dalam surat Syaikh Syamsuddin "sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya" terus menerus dia pikirkan. Moral pasukan harus diangkat dan kondisi perang harus dibalik. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan cara yang fantastis. Tidak sekalipun dia ragu bahwa Konstantinopel akan takluk di tangannya. Oleh karena itu, ia hanya perlu memikirkan satu cara untuk membuat kejutan, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya, sesuatu yang akan membuat kondisi perang berubah dan menaikkan moral pasukannya. Apapun itu, apapun caranya, whatever it takes!
Di tengah-tengah diskusi antara para petinggi militer tentang bagaimana Teluk Tanduk bisa direbut, sedangkan rantai raksasa membentang pada pintu masuknya, tetiba sultan Mehmed akhirnya menengahi dengan sebuah solusi yang tak pernah terbayangkan oleh semua yang hadir, ucapan yang keluar dari lisannya sederhana namun memerlukan kekuatan dan tekad yang tak tergoyahkan. "Bila kita tak dapat memutuskan rantai itu, kita akan melewatinya". Melewati yang dimaksud Sultan adalah melewati rantai raksasa melalui jalur darat, ini berarti mengangkat kapal kapal dari Double Columns di Selat Bosphorus melewati daratan Galata menuju Valley of Springs di Teluk Tanduk Emas agar bisa mengatasi rantai raksasa.
Walaupun terdengar mustahil, tetapi tak seorang pun yang menganggapnya begitu. Karena mereka digerakkan cahaya iman hingga dada mereka bergejolak untuk segera melakukannya. Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga sering menggunakan element of surprise semacam ini. Hehehe...
"Itu adalah sebuah pencapaian yang menakjubkan dan strategi bermutu tinggi dari taktik pertempuran laut", puji Melissenos, seorang penulis Yunani. Keseluruhan operasi ini adalah sebuah karya agung. Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menuliskan komentar seorang sejarawan Byzantium tentang peristiwa pengangkatan kapal-kapal Utsmani: “Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya dipuncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang pernah dilakukan Alexander The Great.”
Tidak seorang pun yang melihat pemandangan saat itu kecuali akan timbul rasa ngeri dalam hatinya. Dari kejauhan, panji perang Rasulullah berwarna hitam dengan ukiran syahadat ditemani bendera merah hijau Utsmani dengan lambang bulan sabit berkibar-kibar megah. Ketika pasukan Konstantinopel mengarahkan pandangannya ke bawah bendera itu, nampaklah bagi mereka sebuah pekerjaan yang digerakkan oleh langit. Deretan kapal-kapal utsmani berjajar rapi di bukit Galata, beberapa sedang menaikinya dan yang lain telah turun dan berlabuh di Teluk Tanduk Emas. Mereka berteriak histeris, mencengkeram kepala mereka dengan tangan-tangan kaku dan mata mereka membelakak menyaksikan sihir militer Sultan Mehmed. Satu sama lain meminta agar saudaranya agar mencubit dirinya, berharap ini adalah mimpi buruk yang mereka akan segera bangun darinya. Ini lah titik balik yang membuat semangat optimisme kaum muslimin kembali membuncah untuk menang. Sultan Mehmed II yang muda itu juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih
Baik Yos Sudarso dan Muhammad Al-Fatih, adalah jiwa-jiwa yang luar biasa dalam perjuangannya masing-masing. Lebih-lebih perjuangan untuk menolong agama Allah seperti halnya Muhammad Al Fatih. Sudahkah kawan-kawan memastikan tempat agar ikut dalam perjuangan? Atau yang lebih tinggi lagi yaitu menolong agama Allah?
Oleh:Erick Abdullah
Ketua PK IMM BIDANG HIKMAH
#PKIMMFAI
#SALAMFASKHO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar