Sabtu, 27 Mei 2017

Epistemologi, Islam dan Kriteria Kebenaran dalam Epistemologi Islam


A. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori. “Menurut Dedi Supriyadi, dengan kata lain, epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.” Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan.
Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara ‘alim (subjek) dan ma’lum (objek). Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan cara memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian tersebut, epistemologi menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak.
B. Aliran Epistemologi
Menurut Dedi Supriyadi, secara garis besar, ada dua aliran pokok dalam epistemologi. Pertama, idealisme atau lebih populer dengan sebutan rasionalisme, yaitu suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal, ide, kategori, bentuk sebagai sumber ilmu pengetahuan. Di sini, peran pancaindra dinomorduakan. Adapun aliran kedua adalah, realisme atau yang lebih populer dengan sebutan empirisme yang lebih menekankan peran indra (sentuhan, penglihatan, penciuman, pencicipan, dan pendengaran) sebagai sumber sekaligus sebagai alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Di sini, peran akal dinomorduakan.
Jadi, idealisme adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan akal, pemikiran, dan ide-ide, peran pancaindra bukan tidak digunakan hanya saja peran pancaindra tidak diutamakan. Dan realisme atau lebih dikenal dengan empirisme ialah ilmu pengetahuan yang menekankan pada pengalaman dan peran indra, di sini akal bukan tidak digunakan hanya saja peran akal tidak diutamakan.
C. Pokok Bahasan Epistemologi
Menurut Dedi Supriyadi, dalam hal ini, ada dua poin penting dijelaskan berkenaan dengan masalah ilmu pengetahuan., diantaranya :
1. Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subjek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushuli. Ilmu memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut.
a. Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengindraan secara umum dan mencangkup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan, kemahiran, dan juga meliputi ilmu-ilmu, seperti hudhuri, hushuli, ilmu Tuhan, ilmu para malaikat, dan ilmu manusia.
b. Ilmu adalah kehadiran hudhuru dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam. Makna ini mencangkup ilmu hushuli dan ilmu hudhuri.
c. Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushuli yang berhubungan dengan ilmu logika (mantiq).
d. Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum diyakini.
e. Ilmu adalah pembenaran yang diyakini.
f. Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal.
g. Ilmu adalah keyakinan benar yang bisa dibuktikan.
h. Ilmu adalah kumpulan proposisi universal yang saling bersesuaian yang tidak berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
i. Ilmu ialah gabungan proposisi-proposisi universal yang hakiki yang tidak termasuk hal-hal yang linguistik.
j. Ilmu ialah kumpulan proposisi universal yang bersifat empirik.
2. Sudut pembahasan, yakni apabila subjek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, dari sudut mana subjek ini? Karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi, sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang, yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat kebenaran ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan di bidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuaian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor real yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan dibahas dalam ilmu logika. Ilmu psikologi mengkaji subjek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Jadi menurut hemat saya, subjek epistemologi bisa berupa ilmu secara umum atau pengertian ilmu secara khusus. Ilmu memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut ada yang telah disebutka di atas. Sedangkan sudut pembahasan dari epistemologi adalah ilmu dan makrifat yang juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat kebenaran ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan di bidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuaian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
D. Pengertian Islam
Menurut Zainuddin S. Nainggolan, Apakah Islam itu sebenarnya? Kata Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata aslama, yuslimu islaman yang berarti menyerah, patuh. Seorang muslim yang taat, dia menyerah dan patuh kepada Allah (kepada Sunnatullah), baik yang tidak tertulis maupun yang tertulis supaya selamat dan damai lahiriyah dan rohaniyah. Sunatullah yang tidak tertulis ialah ketentuan atau hukum-hukum Allah yang mengatur alam semesta ini, yang mengatur perjalanan planet-planet, bumi, matahari dan sebagainya beserta seisinya. Oleh orang Barat Sunatullah ini disebut “Law of Nature atau Nature law”. Manusia sebenarnya bukanlah pencipta hokum-hukum yang ada di alam semesta ini, tetapi dia hanya menemukannya, seperti hokum grafitasi bumi ditemukan Isac Newton, gelombang elektro-magnetik ditemukan oleh Maxwell, keduanya dari Inggris. Penemuan Maxwell ini kemudian dikembangkan Herzt dari jerman, melalui percobaan bahwa gelombang elektro-magnetik itu benar-benar ad. Demikianlah akhirnya ia menemukakan hokum gelombang elektro magnetik. Hukum boyle ditemukan Robert Boyle, dan seterusnya.
Menurut keyakinan seorang Muslim, semua hukum tersebut adalah hukum yang Allah ciptakan untuk alam atau disebut juga sunatullah itu tidak akan berubah sepanjang zaman. Sehubungan dengan ini kaum Mu’tazilah dan banyak cendekiawan Muslim lainnya berpendapat bahwa kehendak perbuatan dan kekuasaan Allah SWT terbatas, yaitu dibatasi sunnatullah atau Allah sendiri.
Sedangkan sunnatullah tertulis adalah firman Allah yang berisi hokum atau prinsip-prinsip Allah untuk mengatur umat manusia dalam semua aspek kehidupannya di alam semesta ini, seperti dalam aspek hokum, social ekonomi, politik, keimanan atau tauhid, ibadat, akhlak, tasawuf, psikologi dan sebagainya.
E. Kriteria Kebenaran Dalam Epistemologi Islam
Menurur Dedi Supriyadi, ada beberapa kriteria kebenaran dalam epistemologi, diantaranya :
1. Kebenaran Teoritis (Rasionalisme)
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan di cari dengan akal, dan temuannya di ukur dengan akal pula. Mengapa akal? Pertama, karena akal dianggap mampu. Kedua, karena akal pada setiap orang bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan ialah logika alami yang ada pada akal setiap manusia. Akal itulah yang menjadi alat dan sumber yang paling dapat disepakati. Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis. Di ukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Apabila logis, aturan tersebut benar; apabila tidak aturan tersebut salah. Dengan akal bahwa kebenaran bersumber pada akal. Dalam proses pembuatan aturan, ternyata temuan akal sering bertentangan. Kata seorang ini logis, tetapi kata orang itu logis juga. Padahal ini dan itu tidak sama, bahkan kadang-kadang bertentangan. Orang-orang Sofis pada zaman Yunani Kuno dapat membuktikan bergerak sama dengan diam, kedua-duanya sama logisnya. Apakah anak panah yang melesat dari busurnya bergerak atau diam? Dua-duanya benar. Apa itu bergerak? Dari busur kesasaran. Jadi, anak panah itu bergerak. Anak panah itu juga dapat dibuktikan diam. Diam ialah apabila sesuatu pada suatu waktu berada pada suatu tempat. Jadi, anak panah itu diam. Ini pun benar karena argumenya juga logis. Jadi, bergerak sama dengan dia, sama-sama logis. Apa yang diperoleh dari kenyataan itu ? yang diperoleh ialah berpikir logis dan tidak menjamin diperolehnya kebenaran yang disepakati.
Pola rasionalisme ini, apabila di terapkan pada epistemologi dalam pemikiran islam, dalam hal ini termasuk ilmu kalam, tidak peduli terhadap masukan-masukan yang di berikan oleh emperisisme. Dominanya aspek rasionalisme dalam ilmu kalam akhirnya menjadikan pemikiran ini jatuh ke wilayah pemikiran metafisika yang lebih bersifat spekulatif dan melampaui batas-batas kemampuan dan daya serap pikiran manusia biasa. Memang demikian realitas pemikiran kalam klasik.
2. Kebenaran Praktis (Emperisme dan Positivisme)
Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan memilih bukti empiris. Dalam hal anak panah tersebut, menuurut empirisisme, yang benar adalah bergerak, sebab secara empiris dapat di buktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja, perut anda yang menghadang anak panah itu tentu anak panah itu akan mmenembus perut itu, dan benda yang menembus sesuatu haruslah benda yang bergerak. Ya, memang, sesuatu yang diam tidak akan mampu menembus. Dengan empirisisme inilah, aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat. Akan tetapi, ternyata empirisisme masih memiliki kekurangan. Kekurangan empirisisme ialah ia belum terukur. Empirisisme hanya sampai pada konsep-konsep yang umum. Menurut empirisisme, air kopi yang baru di seduh ini panas, nyala api ini lebih panas, besi yang mendidih ini sangat panas. Kata empirisisme kelereng ini kecil, bulan lebih besar, bumi lebih besar lagi, matahari sangat besar. Demikianlah seterusnya. Empirisme hanya menemukan konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasional karena belum terukur. Jadi, masih diperlukan alat lain. Alat lain itu ialah positivisme. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, dan terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting positivisme. Jadi, hal panas tersebut oleh positivisme dikatakan air kopi ini 800 C, air mendidih ini 1000 C, besi mendidih ini 1.0000 C, ini satu meter panjangnya.
3. Kebenaran Wahyu/Mukasyafah/Musyahadah
Sebagaimana perjalanan Al-Ghazali yang meraih kebenaran dari rasionalisme, empirisme, kemudian sampai pada tingkat sufi. Rasionalisme saja tidak cukup, dan empirisme saja tidak cukup karena keduanya bersumber dari akal. Oleh karena itu, diperlukan kebenaran yang hakiki tentang alam dan sang pencipta . dari sinilah, lahir ilmu laduni.
Untuk menggambarkan pengetahuan intim yang langsung ini, para sufi menyebutnya sebagai ilmu laduni, yang mengandalkan pemberian langsung “makna” sesuatu oleh Tuhan ke dalam hati seorang hamba yang dikehendaki-Nya Dallam suatu peristiwa apokaliptis yang disebut “mukasyafah” (penyingkapan) atau “musydhadah” (penyaksian). Hal ini karena, menurut keyakinan para sufi, yang menyingkapkan kebenaran secara langsung ke dalam hati mereka adalah Allah, sedangkan Allah sendiri mereka pandang sebagai “Kebenaran” (Al-Haqq), yang tidak mungkin berbohong. Inillah jaminan kebenaran bagi para sufi yang selalu mendatangkan keyakinandi hati mereka.
Dalam hal ini, telah menjadi identifikasi yang organik antara pengetahuan, yang mengetahui, dan yang diketahui—karena seseorang yang sama sekaligus menjadi subjek dan objek. Identifikasi darri subjek dan objek inilah yang bisa mematahkan kritik Kant, sedangkan identikasi pengetahuan dengan yang diiketahui telah menyebabkan pengetahuan (knowing) identik dengan kenyataan (being); atau dengan istilah lain, pikiran (mind) identic dengan tubuh (body). Dengan cara inilah, para sufi merasa yakin akan kebenaran dari pengetahuannya.
Mukasyafah adalah salah satu tangga menuju pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahuan hakikat. Mukasyafah adalah upaya penyingkapan hijab-hijab yang menutupi diri. Secara esensial, penyingkapan adalah penghancuran tirai yang menutup objek dengan jalan rohani. Tabir dalam rohani terdiri atas dua jjenis, yaitu tirai penutup (hijab I rayni) yang tidak mungkin dapat disingkap dan kedua tirai pengabur (hijab i ghayni) yang dapat dicampakka. Maksudnya ialah bagi orang-orang yang telah sengaja menutup hatinya dari gairah pencarian akan tertutup dan sangat sulit dibuka, sedangkan bagi orang-orang yeng teruus-menerus berusaha mencari dan membuka hijab itu, hijab itu akan terbuka.
1.Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam (Lanjutan) Teori dan Praktik, Cetakan ke-1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h. 97.
2. Ibid, h. 98.
3. Ibid, h. 98-100
4. Zainuddin S. Nanggolan, Inilah Islam Falsafah Dan Hikmah Keesaan Allah, Cetakan Ke-7, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h. 1-2.
5. Dedi Supriyadi, Op. Cit, h. 106-109.
Referensi:
Nanggolan, Zainuddin S. 2010. Inilah Islam Falsafah Dan Hikmah Keesaan Allah. Cetakan Ke-7. Jakarta: Kalam Mulia
Supriyadi, Dedi. 2010. Pengantar Filsafat Islam (Lanjutan) Teori dan Praktik. Cetakan Ke-1. Bandung: CV Pustaka Setia
-Risma Yunita
Sekretaris Bidang Media dan Komunikasi
PK IMM FAI
Cabang Kota Tangerang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar