Kamis, 04 Mei 2017

Kuukir Namamu Selalu Merah Marunku


~M. Bayu Yusup Permana
Merah Marunku,
Aku begitu gemetar menyebut namamu. Bibir terasa berat mengucapkan. Bukan karena apa-apa, tapi ada beban yang belum sanggup aku rampungkan persoalannya. Di depanku masih tetap menghadap berbagai ragam pergulatan. Memang benar, bahwa, perjuangan itu tidak mengenal batas serta tepi. Perjuangan itu bagaikan ombak, bergelora dan selalu ingin mencapai pantai. Suasana yang demikian, merah marun, tentu kau senangi. Kau selalu mengingat dan memikirkan persaudaran ini, tidak hanya alamnya tapi juga orang-orangnya.
Kini ombak rasanya makin deras berkobar. Merah, apakah kau mendengarkan suara alam itu? Sangat merdu, dan kau seperti mau tidur merah? Tidak, aku yakin kau tidak tidur. Angin laut masih membelaimu, dan dengarkan nyanyian malam serta rintihan gerimis terus mengalun.
Suatu hari di puncak munara diselimuti kabut, dingin, aku merenung mengingat jasa merah marunku. Dia begitu luar biasa perjuangannya, tidak pantang lelah. Terus memperjuangkan keadilan dan meluruskan arah bangsa. Jasamu begitu besar untuk berjuang di jalan Allah. Walaupun berbagai rintangan, tetapi kau tetap maju terus pantang mundur.
Tidak banyak yang aku ketauhi tentang dirimu merah, aku mendengar namamu ketika aku memasuki kuliah di Universitas Muhammadiyah. IMM, demikian nama panggilanmu.
Berkali-kali aku mengeja namamu: Merah Marunku.
Aku menyebut namamu dalam keheningan.
Aku tersendat-sendat memanggilmu.
Tidak setiap orang yang dapat memahami dirimu, merah. Aku mengerti. Pendirianmu memang keras dan utuh. Sungguh, kau seorang organisasi sejati. Kau ngotot dalam mempertahankan prinsip-prinsip, selalu berteriak tentang ketidakadilan dan ingin sekali meluruskan. Kau berani menancapkan tonggak “kebenaran dan keadilan”, dan apa yang kau kerjakan itu bukanlah melawan arus. Keberanianmu bukan sekedar gagah-gagahan seperti apa yang dilakukan anak muda sekarang.
Sejarah mencatat mengenai kau, perjuanganmu merah. Aku tidak akan  melupakanmu. Aku hanya bisa bengong, geleng-geleng kepala karena waktu itu aku tidak mengenalmu. Kau organisasi yang aku cintai. Kau organisasi yang tak pernah lupa menggebrak zaman, kesaksianmu sangat jujur.
Aku pun tahu, bahwa sejarah kelahiranmu ada dua faktor: yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor yang terdapat dalam diri Muhammadiyah itu sendiri, dan juga faktor yang datang dari luar Muhammadiyah, khususnya umat Islam dan umumnya apa yang terjadi di Indonesia.
 Aku pun akhirnya sadar, bahwa engkau merupakan organisasi mahasiswa Islam yang juga merupakan organisasi otonom persyarikatan Muhammadiyah. Wadah perjuangan untuk menghimpun, menggerakkan, dan membina potensi mahasiswa Islam guna meningkatkan peran dan tanggung jawabnya sebagai kader persyarikatan, kader umat dan kader bangsa, sehingga tumbuh kader-kader yang memiliki kerangka fikir ilmu amaliyah dan kader amaliah sesuai dengan kepribadian Muhammadiyah.
Kenapa aku tidak pergi meningalkanmu merah? Kenapa aku masih suka nimbrung di acara-acara merah marunku, masih suka sama merah marunku?
Karena pada hari itu, awal 4 Januari  2017 adalah hari yang sangat penting dalam hidupku. Dimana aku berjalan menuju satu rumah diterangi cahaya lampu tintir di bawah bulan, di rumah itulah janji ini aku ikrar dengan tulus dihadapan merah marunku.
Kemudian disemangatkan amanah itu di dada kiriku, lekat dengan jantungku. Acara itu menjadi saksi bahwa kita telah menjadi keluarga di bawah naungan Jas Merah.
Janjiku “Ikatan ini tak akan putus oleh apapun, sampai maut yang memutuskannya.
Cintamu pada tanah air tak bisa lepas. Seseorang dapat mencintai sesuatu secara sehat, kalau ia mengenal akan obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.
Semoga Merah Marunku tetap berjaya dan terus berkibar.
IMM JAYA
IMM JAYA

IMM INTELEKTUAL MUDA BERAKHLAK MULIA 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar