~M. Bayu Yusup Permana
Merah Marunku,
Aku begitu gemetar menyebut namamu.
Bibir terasa berat mengucapkan. Bukan karena apa-apa, tapi ada beban yang belum
sanggup aku rampungkan persoalannya. Di depanku masih tetap menghadap berbagai
ragam pergulatan. Memang benar, bahwa, perjuangan itu tidak mengenal batas
serta tepi. Perjuangan itu bagaikan ombak, bergelora dan selalu ingin mencapai
pantai. Suasana yang demikian, merah marun, tentu kau senangi. Kau selalu
mengingat dan memikirkan persaudaran ini, tidak hanya alamnya tapi juga
orang-orangnya.
Kini ombak rasanya makin deras
berkobar. Merah, apakah kau mendengarkan suara alam itu? Sangat merdu, dan kau
seperti mau tidur merah? Tidak, aku yakin kau tidak tidur. Angin laut masih
membelaimu, dan dengarkan nyanyian malam serta rintihan gerimis terus mengalun.
Suatu hari di puncak munara
diselimuti kabut, dingin, aku merenung mengingat jasa merah marunku. Dia begitu
luar biasa perjuangannya, tidak pantang lelah. Terus memperjuangkan keadilan
dan meluruskan arah bangsa. Jasamu begitu besar untuk berjuang di jalan Allah.
Walaupun berbagai rintangan, tetapi kau tetap maju terus pantang mundur.
Tidak banyak yang aku ketauhi
tentang dirimu merah, aku mendengar namamu ketika aku memasuki kuliah di
Universitas Muhammadiyah. IMM, demikian nama panggilanmu.
Berkali-kali aku mengeja namamu: Merah Marunku.
Aku menyebut namamu dalam keheningan.
Aku tersendat-sendat memanggilmu.
Tidak setiap orang yang dapat
memahami dirimu, merah. Aku mengerti. Pendirianmu memang keras dan utuh.
Sungguh, kau seorang organisasi sejati. Kau ngotot dalam mempertahankan
prinsip-prinsip, selalu berteriak tentang ketidakadilan dan ingin sekali
meluruskan. Kau berani menancapkan tonggak “kebenaran dan keadilan”, dan apa
yang kau kerjakan itu bukanlah melawan arus. Keberanianmu bukan sekedar
gagah-gagahan seperti apa yang dilakukan anak muda sekarang.
Sejarah mencatat mengenai kau,
perjuanganmu merah. Aku tidak akan melupakanmu. Aku hanya bisa bengong, geleng-geleng
kepala karena waktu itu aku tidak mengenalmu. Kau organisasi yang aku cintai.
Kau organisasi yang tak pernah lupa menggebrak zaman, kesaksianmu sangat jujur.
Aku pun tahu, bahwa sejarah
kelahiranmu ada dua faktor: yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor yang
terdapat dalam diri Muhammadiyah itu sendiri, dan juga faktor yang datang dari
luar Muhammadiyah, khususnya umat Islam dan umumnya apa yang terjadi di
Indonesia.
Aku pun
akhirnya sadar, bahwa engkau merupakan organisasi mahasiswa Islam yang juga
merupakan organisasi otonom persyarikatan Muhammadiyah. Wadah perjuangan untuk
menghimpun, menggerakkan, dan membina potensi mahasiswa Islam guna meningkatkan
peran dan tanggung jawabnya sebagai kader persyarikatan, kader umat dan kader
bangsa, sehingga tumbuh kader-kader yang memiliki kerangka fikir ilmu amaliyah
dan kader amaliah sesuai dengan kepribadian Muhammadiyah.
Kenapa aku tidak pergi meningalkanmu
merah? Kenapa aku masih suka nimbrung di acara-acara merah marunku, masih suka
sama merah marunku?
Karena pada hari itu, awal 4 Januari 2017 adalah hari yang sangat penting dalam
hidupku. Dimana aku berjalan menuju satu rumah diterangi cahaya lampu tintir di
bawah bulan, di rumah itulah janji ini aku ikrar dengan tulus dihadapan merah
marunku.
Kemudian disemangatkan amanah itu di
dada kiriku, lekat dengan jantungku. Acara itu menjadi saksi bahwa kita telah
menjadi keluarga di bawah naungan Jas Merah.
Janjiku “Ikatan ini tak akan putus oleh apapun, sampai maut yang
memutuskannya.
Cintamu pada tanah air tak bisa lepas. Seseorang dapat mencintai
sesuatu secara sehat, kalau ia mengenal akan obyeknya. Dan mencintai tanah air
Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari
dekat.
Semoga Merah Marunku tetap berjaya dan terus berkibar.
IMM JAYA
IMM JAYA
IMM INTELEKTUAL MUDA BERAKHLAK MULIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar